7.06.2012

Seminar Peningkatan Kehandalan Sistem Persinyalan Perkeretaapian @LIPI

 Caption foto: walau dgn gaya yg santun, om ario bs membombardir narasumber dg pertanyaan setajam silet (intonasi: spt program di r*cti)
Caption foto: om Ario memberikan surat "cinta" dari KRL mania.

*5 Juli 2012 @ Lipi Subroto, 9:00-16.30 WIB

6.27.2012

Nganufacturing Hope: Untung tidak ada jurnalis

Suatu hari sekitar jam empat sore, selesai dari rapat di kementerian BUMN, saya akan roadshow menghadiri rapat ke istana presiden Bogor jam 19.00. Berhubung masih sore ada keinginan untuk naik KRL saja sambil menengok kinerja yang konon sebagai perusahaan angkutan darat tertua di Indonesia. "Itu artinya makin banyak pengalaman dalam mengabdi pada negara dan makin pintar menangani konsumennya" kata saya dalam hati.

Pergilah saya ke stasiun Gambir. Biar tidak diketahui massa, saya menggunakan jaket hitam, topi hitam dan tak ketinggalan sepatu ket hitam. Sayangnya tidak ada kacamata hitam yg bisa untuk mata plus, kalau ada kan bisa dipakai jadi semua serba hitam seperti film box office yang sudah tayang sampai jilid 3.

Sesampai di stasiun Gambir, saya banyak calon penumpang. "Banyak juga ya penumpangnya. Paling tujuan luar kota" Hibur saya.
Tak begitu lama terdengar announcher "Commmuter tujuan bogor masih menunggu antrian di stasiun Cawang karena adanya kereta ekonomi yang mogok di stasiun Tebet."

Kemudian saya mencek media online apakah ada berita tentang kereta. Ternyata memang ada berita tentang KRL mogok dari jam 15.30 di stasiun Tebet yang saat ini sedang didorong sampai stasiun Manggarai. "Kereta mogok saja masih dijalankan. Bukannya kemarin dapat laporan kereta import Jepang sudah sampai di pelabuhan Tanjung Priok." Kata saya dalam hati.

Setelah lebih dari 45 menit menunggu, akhirnya kereta yang ditunggu datang juga. Tapi ternyata penuh banget.
"Beginilah kereta pertama. Mogok pas jam pulang kerja kok ga ada antisipasi. Yang didalam pada pingsan ga tu ya" Gumam saya.
Tak begitu lama, datang lagi commuterline kedua tapi ternyata tujuan Bekasi, tidak terlalu penuh karena jalur arah bekasi lancar.
"kalau bapak buru-buru bisa pakai ini pak, nanti turun di stasiun Manggarai untuk transit ke arah Bogor. Di stasiun Manggarai banyak juga kok yang ke Bogor, kereta yang berangkat dari stasiun Jatinegara-Senen." Kata penumpang yang berdiri di sebelah saya.

Naiklah saya. Ada juga penumpang tujuan Bogor lain yang ikutan menyusul. Awalnya lumayan longgar tapi saat turun ke stasiun Manggarai, saya kaget melihat banyaknya penumpang di Stasiun Manggarai seperti semut mengerubungi sepotong roti manis.

Begitu turun, saya pun makin tersentak, yang turun hanya beberapa penumpang tapi yang naik berlipat-lipat. Tak heran dalam gerbong langsung penuh. Bahkan ada beberapa pintu kereta yang tidak bisa ditutup.

Karena baru pertama kali naik kereta dan harus transit, saya pun dibuat binggung. Yang arah Bogor naik di jalur berapa. Sementara dia turun di jalur 3. Dia lihat kanan-kiri mencari papan penunjuk.
"Ini gimana kok ga ada papan penunjuk arah? Mana petugasnya pula" Gumamku. Karena sudah jengah mencari petunjuk visual yang tak begitu keliatan, akhirnya saya pun bertanya ke pedagang.
"Arah bogor jalur berapa ya pak?"
"Biasanya jalur 6 pak."
"Susah juga nyeberangnya, gak ada pengaman lagi." Gumamku. "Kok gak ada pengumuman apa-apa yah? Makin lama kan makin banyak penumpang".

Di stasiun begitu bising hingga saya tidak terlalu mendengar suara annauncher yang mengumumkan sebentar lagi akan masuk kereta tujuan Bekasi di jalur 4. Ketika keretanya masuk di jalur 4, kagetlah saya karena tiba-tiba dibelakang punggung saya ada kereta lewat"
"Untungnya sudah nyeberang, coba tadi saya benggong, bisa tertabrak tu kereta. Announchernya kalah suara ama bisingnya penumpang. Tempatnya terbuka dan terlalu bebas. Ada tivi dipajang tapi tidak ada petunjuk dimana posisi kereta." Kata saya dalam hati.

Tak begitu lama ada commuterline masuk di jalur 6. Annauncher pun mengumumkan kalau kereta yang masukadalah kereta tujuan depok pemberangkatan dari sta jatinegara. Awalnya keretanya lumayan tak begitu penuh tapi begitu sampai langsung diserbu penumpang ratusan hingga tak muat alias pintunya diganjal penumpang nekat.

Begitu kereta yang ada di jalur 6 berangkat, ada kereta masuk di jalur 5 dengan tujuan jakarta. "Penumpang di jalur 5 yang akan ke jakarta dimohon untuk transit karena kereta akan kembali sebagai commuterline tujuan Bogor." Pinta announcher.
Bersoraklah penumpang yang sudah lama menunggu kereta. Dalam waktu singkat kereta sudah penuh. Saya Sempet kaget karena mendengar gedebag, gedebug dr atap. "Suara apaan tu?" Penumpang lain menyahut "Ataper yang tak kebagian tempat pak." Saya cuma geleng-geleng kepala "Gimana mau dapat tempat, jumlah armada kereta dengan penumpangnya lebih dari kuota."

Tak begitu lama kereta pun dijalankan. Ketika sampai stasiun Cawang karena makin banyaknya penumpang akhirnya ganjeler beraksi. "Kenapa pintu diganjal? Penumpang di pintu bisa jatuh."
"Habis ga muat pak."
"Kenapa ga pada nunggu?"
"Kita udah nunggu sejam pak. Kalau mau bapak aja yang nunggu" sahut penumpang lain dengan muka juteknya karena kereta yang dinaiki tidak seperti impiannya.
Sebagai menteri BUMN, saya merasa tersindir dengan kata-kata itu sehingga saya pun mendesak masuk lebih dalam gerbong. Lagian dekat pintu tidak ada pegangan tangan, saya sangat khawatir banget penumpang bisa jatuh.
"Pegangan tangan udah kehabisan stock atau emang buat mainan di sirkus KAI-KCJ yah" Gumam saya.

Tiba-tiba, saya melihat ada batita digendong seorang ibu berdiri diantara rumput liar penumpang dalam gerbong.
"Kenapa ga disuruh duduk ibu bawa bayi?"
"Tempat duduknya penuh pak"
"Lha itu ada bapak yang tetiduran dibangunin aja biar bu hamil dan lansianya juga bisa duduk." Kata saya pada penumpang yang membawa tas ransel cukup besar.
"Eh Ngomong-ngomong ini sampai mana ya dik? Kok ga ada announcher dlm gerbong. Kalau orang baru pertama naik kereta bisa kebablasan ini."
"Baru sampai stasiun pasar minggu baru pak." Sahut penumpang lain.

Sampai di stasiun pasar minggu tiba-tiba berhentinya cukup lama.
"Lha kok lama banget yah berhentinya? Ada apa lagi?"
"Katanya stasiun Tanjung Barat pentagrafnya rusak pak. Jadi dari stasiun Pasar Minggu sampai stasiun Depok Baru cuma satu jalur yg dipakai."
"Waduh, makin lama saja naik kereta. Ini-itu banyak masalahnya. Mana kayak sauna, udah basah semua baju dan celana."

Karena stasiun Pasar Minggu dan Tanjung Barat hanya beda satu stasiun, tak begitu lama kereta yang saya naiki pun jalan kembali. Lega lah saya. Tapi itu tak begitu lama karena begitu sampai stasiun Depok, kereta yg saya tumpangi mogok alias tewas. "Lama lagi deh, baru juga dipuji bentar." Gusar saya dalam hati.

"Kereta jalur 4 mengalami kerusakan mesin, penumpang tujuan Bogor dihimbau untuk pindah jalur" ucap sang Annauncher. "Jalur 3 akan masuk kereta ekonomi tujuan Bogor".

"Apakah boleh naik kereta ekonomi kalo tiket yang dipegang commuterline?" Tanya saya ke salah satu petugas.
"Boleh pak, asal tidak kebalikan saja. Tiket kereta ekonomi naik commuterline." Jawab sang petugas.
"Trus apa yang membedakan karcis kereta ekonomi dan commuterline kalau dalam gerbong tidak ada petugas pemeriksanya?" Tanya saya lagi.
"Biasanya didalam ada sentinel pengecekan karcis pak." Jawab sang petugas.
"Tadi dua kali naik CommuterLine, ga ada petugasnya."
"Karena penuh, petugasnya enggan keliling pak."
"Wehhh.. Enggan keliling itu kalau peron dan dalam gerbong udah steril. Apa perlu single tarif biar gampang" Gumam saya.

Karena kereta ekonomi sudah di jalur 3. Saya pun buru-buru naik.
"Pak kalau naik kereta ini, jaga barang bawaan ya pak. Banyak copetnya."
"Hahh" saya keheranan dg sinyal jelek dr petugas.

Setelah sekian lama bersabar dengan kondisi lumayan padat, tanpa kipas dan gelap gulita dalam gerbong, akhirnya sampai juga di stasiun Bogor. Saya menengok jam tangan. Waktu sudah menunjukkan pukul 19.20.
"Tampaknya yang punya pengalaman bertahun-tahun, belum tentu bisa diandalkan. Naik kereta malah bisa bikin telat. Tak heran Iwan Fals gusarnya sepanjang masa" gumam saya. "Bayar tujuh ribu pingginnya cepet sampai bogor tapi kenyataannya harus nunggu berjam-jam. Mana berdesakan tanpa AC, udah gitu telat lagi. Untung tidak ada jurnalis yg ngikutin saya. Bisa makin buntung KCJ-KAI ada pemberitaan menteri BUMN apes di kereta. Saya bakalan malu juga".

Salam,
Dahlan Iskan

*Coretan pena (baca: diketik) selama perjalanan pulang pergi kerja di CommuterLine. Berdiri sambil ngetik.
*Dipublikasi juga via http://www.fendi-felix.blogspot.com